Indahnya Mati

  1. Indahnya Mati

Masa itu info-info kegiatan, acara, tabligh akbar, bedah buku dan yang sejenis lebih gampang kita jumpai pada papan pengumuman di masjid-masjid. Poster atau pun pamflet belum disebar masif melalui media sosial seperti sekarang.

Ketika itu aku berada di tingkat satu Madrasah Aliyah di Solo. Ada sebuah poster yang menarik perhatianku. Entah di mana dulu itu melihatnya. Tapi aku masih ingat nuansa posternya. Ya, ada nuansa merah muda pada poster.

Sepintas terbayang kalau poster bernuansa merah muda, maka tak jauh jauh temanya terkait percintantaan pernikahan, muda-mudi atau pun segala turunannya. Namun ini berbeda.

Poster itu merupakan info bedah buku yang dilaksanakan di Gedung Baru Pustaka Arofah, Cemani, Solo, Jawa Tengah. Bertepatan saat itu di Arofah sedang digelar berbagai acara, salah satunya bedah buku ini.

Aku tertarik untuk hadir. Karena tema dan pengisinya cukup familiar di antara kami. Aku pun mengajak kawan-kawan untuk sama-sama berhadir ke acara bedah buku tersebut. Sebagian mereka juga tertarik dan kami bersepakat untuk hadir.

Tidak hanya teman seangkatan, beberapa adik kelas juga turut serta. Bahkan beberapa kawan yang tidak melanjutkan di tempat kami pun ada yang ikut bergabung. Ya, kawan-kawan yang melanjutkan sekolah menengah atas sekitaran Solo.

Setelah semua perijinan rampung. Khususnya perijinan untuk para adik kelas, maka kami pun berangkat di hari tersebut. Aku lupa hari apa itu.

Menuju ke Arofah kami menggunakan bus. Sebelumnya kami berjalan kaki melewati depan UMS. Kami naik bus melewati jalur belakang Carrefour pada saat itu. Kini sudah berubah menjadi Transmart.

Perjalan sekitar 15 menit. Kami lanjut berjalan kaki dari depan Cemani menuju lokasi. Kami pun sampai. Dengan antusias kami duduk bersiap mengikuti acara bedah buku.

Bukan cuma bedah bukunya yang membuat kami tertarik, tapi ada juga perhatian dan kerinduan pada sosok pemateri bedah buku tersebut.

“….Karena mati bukahlah wafat, karena mati bukanlah akhir dari kehidupan ini tetapi awal dari kehidupan yang sebenarnya. Karena mati satu-satunya jalan pintu berjumpa dengan-Nya. Kebahagian bagi kekasih adalah detik-detik, saat-saat berjumpa dengan-Nya….”

Itulah sebuah petikan kalimat yang dikutip dari Allahu yarham Ustadz Arifin Ilham yang tertulis dihalaman atas cover buku yang sedang dibedah.

Di awal pemateri menjelaskan tentang hakikat kematian. Kemudian tentang jenis kematian. Dan terakhir tentang kisah-kisah kematian orang-orang terdahulu. Kisah-kisah kematian yang indah.

Walau kematian itu menyakitkan, tapi bagi para syuhada, mereka tidak merasakannya, karena sebelum kematian telah tampak kenikmatan pada mereka. Sehingga rasa sakit tersebut seolah sirna dengan kenikmatan-kenikmatan itu. Begitu jelas lelaki berkopyah putih di hadapan kami. Menurutnya lagi, mati syahid adalah salah satu kematian terindah dalam Islam. Ia pun menginginkannya.

Dan perlu diketahui, buku yang dibedah itu berjudul Indahnya Mati, terbitan Indiva Media Kreasi. Buku tersebut ditulis oleh mantan mudir kami, Ustadz Muhammad Mu’inudinillah Basri. Rahimahullahu rahmatan wasiah

(Ustadz Mu’in (kiri), ustadz Abu Bakar Ba’asyir dan ustadz Budi Prasetyo rahimahullah. Sumber foto: Muslimdaily.net)